TikTok menjadi media sosial yang ramai digunakan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Awalnya, TikTok adalah aplikasi yang berasal dari Tiongkok dan diciptakan pada awal September 2016 oleh Zhang Yiming, seorang pengusaha yang juga pendiri ByteDance, sebuah perusahaan teknologi. Pada awalnya, aplikasi ini hanya memungkinkan penayangan video berdurasi 15 detik. Namun, dengan perkembangan teknologi, TikTok mulai merambah ke berbagai lapisan masyarakat, dan tak disangka, mendapat respons positif dari berbagai kalangan di seluruh dunia.
Di Indonesia, TikTok mulai menjadi viral pada tahun 2018 dan menjadi salah satu aplikasi yang sangat populer pada masa itu. Namun, ada beberapa kendala terkait konten yang tersedia di TikTok. Pada tanggal 3 Juli 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir aplikasi ini karena dianggap tidak menyediakan konten yang mendidik, terutama bagi anak-anak di bawah usia 10 tahun.
Pemblokiran TikTok hanya berlangsung selama satu bulan pada Agustus 2018 sebelum kemudian aplikasi tersebut kembali dapat diunduh. Pada awal munculnya pandemi virus corona atau COVID-19 pada tahun 2019, dimana karantina mandiri menjadi kebijakan global, aktivitas masyarakat berpindah ke perangkat ponsel. Situasi ini mengakibatkan lonjakan penggunaan TikTok yang membuatnya menjadi aplikasi yang paling viral. Di Indonesia, misalnya, tercatat sekitar 30,7 juta unduhan aplikasi TikTok pada saat itu, dan jumlah unduhan meningkat lagi menjadi sekitar 100 juta di Play Store pada tahun 2020.
Dari perspektif orang tua yang memantau aktivitas anak-anak, TikTok dianggap kontroversial, terutama bagi anak di bawah usia remaja, terutama anak laki-laki, karena banyak video yang menampilkan gerakan tarian dengan pakaian yang dianggap kurang pantas. Namun, pandangan ini terbatas pada sudut pandang orang tua saja. Sebenarnya, di dalam TikTok terdapat banyak konten edukatif, seperti akun “Bagamaina caranya? begini caranya” yang memberikan informasi pendidikan seputar teknologi digital, seperti pemanfaatan Instagram sebagai platform penjualan, cara penulisan yang benar dalam Microsoft Word, dan masih banyak lagi. Ini membuktikan bahwa TikTok tidak hanya menampilkan konten yang negatif.
Perkembangan zaman membawa banyak cuplikan dakwah dari tokoh seperti Syeikh Ali Jaber, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Hanan Attaki, dan lainnya yang dapat kita temukan dalam fitur fyp TikTok atau melalui fitur pencarian di platform tersebut. Hal ini memiliki dampak besar bagi mereka yang sebelumnya jarang mendengar ceramah atau tidak mengikuti pengajian secara langsung. Misalnya, melihat cuplikan ceramah di fyp TikTok bisa memberikan pemahaman baru tentang ajaran Islam, dan hal ini bisa mengubah kesadaran seseorang saat melakukan kesalahan atau tersesat, membimbing mereka kembali ke jalan yang benar.
Video dakwah di TikTok membawa dampak positif bagi berbagai kalangan usia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Lebih dari sekadar penyebaran dakwah, video-video ini juga mengenalkan nilai-nilai agama, moralitas, dan etika kepada mereka yang sebelumnya mungkin tidak terpapar dengan baik. Dengan demikian, hal ini membantu meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai positif dalam masyarakat secara keseluruhan.
Video dakwah merupakan sarana pengenalan agama bagi masyarakat yang belum mengenalinya. Melalui video ini, seseorang dapat memahami ajaran agama dan diilhami untuk melakukan eksplorasi spiritual lebih lanjut. Secara pendidikan, video dakwah memberikan penjelasan yang mudah dipahami tentang ajaran agama, etika, serta tata cara ibadah. Ini membantu penonton meningkatkan pemahaman mereka tentang agama dan juga memberikan inspirasi untuk meningkatkan kualitas hidup serta berkontribusi dalam masyarakat.
Namun, dampak positif dari video dakwah ini bisa bervariasi tergantung pada konten dan cara penyajiannya. Penting untuk tetap bersikap kritis dan bijak dalam menilai konten yang ditampilkan di TikTok. Selain dampak positifnya, ada juga dampak negatif dari video dakwah di fyp TikTok. Pengguna TikTok yang bertanggung jawab seharusnya menggunakan platform ini dengan bijak karena ada potensi dampak negatifnya.
Salah satu dampak negatifnya adalah terkadang video dakwah dapat terasa memaksa dalam menyampaikan pandangan agama tertentu tanpa menghormati keyakinan individu. Hal ini bisa menimbulkan rasa penolakan atau ketidakinginan untuk mendekati agama atau pemahaman yang berbeda.
Video dakwah di TikTok dapat menjadi alat ekstremis untuk menyebar pandangan radikal atau melakukan indoktrinasi. Ini bisa mengancam stabilitas sosial dan keamanan karena terkadang video dakwah yang kontroversial atau provokatif dapat memicu konflik antara kelompok dengan pandangan agama yang berbeda. Situasi ini dapat menyebabkan ketegangan dan perbedaan pendapat yang intens di masyarakat.
Selain itu, ada risiko penggunaan video dakwah untuk tujuan yang tidak baik, seperti penipuan, penggalangan dana palsu, atau penyebaran informasi palsu dengan dalih agama. Ini tidak hanya merugikan pemirsa tapi juga dapat mencoreng citra agama.
Dampak negatif ini membutuhkan perhatian serius dari pengguna TikTok dan penonton video dakwah. Penting untuk melakukan evaluasi kritis terhadap konten yang ditampilkan dan memeriksa kebenaran informasi sebelum menerimanya atau membagikannya. Selain itu, kita harus bijaksana dalam memilih konten yang kita konsumsi. Jika konten tidak memberikan manfaat atau membuat tidak nyaman, lebih baik untuk melewatinya. Namun, bila kontennya bermanfaat dan memberikan edukasi yang baik, kita bisa mengunduhnya untuk memperluas pengetahuan kita.