Pada zaman digital ini, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) telah menggurui banyak aspek kehidupan, termasuk dalam konteks pendidikan agama Islam. Salah satu contoh penggunaan AI adalah dalam pembelajaran tata cara shalat fardhu dan sunnah.
Saat ini, ada berbagai platform yang menawarkan pembelajaran shalat dengan dukungan dari teknologi kecerdasan buatan (AI). Salah satunya adalah aplikasi Chat GPT. Aplikasi ini menggunakan chatbot AI berbasis teknologi transformer yang mampu memprediksi kata atau kalimat berikutnya dalam suatu percakapan atau perintah teks. Chat GPT dapat membimbing penggunanya dalam melaksanakan shalat. Caranya cukup sederhana, pengguna hanya perlu mengetik “tata cara shalat Dzuhur” pada ponsel pintar mereka, dan aplikasi akan memberikan panduan lengkap dalam menjalankan ibadah shalat tersebut.
Di sisi lain, terdapat juga aplikasi Bacaan Shalat yang dikembangkan oleh Crown Banana Studio. Aplikasi ini dianggap sebagai salah satu aplikasi Islami yang sangat berguna bagi umat Islam di perkotaan yang sedang belajar shalat. Aplikasi ini menyediakan panduan dan bacaan shalat yang lengkap, mulai dari niat, tata cara, hingga doa-doa setelah shalat. Selain itu, aplikasi ini juga menyediakan daftar surat-surat pendek dari Al-Quran yang dapat dihafalkan.
Selain itu, Aplikasi Bacaan Shalat juga memiliki tampilan yang sederhana dan mudah digunakan. Tampilannya didominasi oleh warna hijau yang memberikan kesan sejuk dan menenangkan. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan berbagai fitur yang memudahkan pengguna dalam mencari bacaan shalat yang mereka butuhkan.
Mengenai pertanyaan Anda apakah boleh belajar shalat dari AI tanpa bimbingan seorang guru, dalam Islam, belajar shalat melalui AI atau sumber belajar mandiri lainnya adalah suatu cara yang dapat digunakan sebagai tambahan untuk memahami tata cara shalat. Namun, sebaiknya seorang guru atau pendamping yang berpengetahuan dalam bidang ini tetap menjadi pilihan terbaik.
Guru atau pendamping dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam, memperbaiki postur tubuh dan gerakan selama shalat, serta memberikan pemahaman tentang nilai-nilai dan makna spiritual di balik setiap gerakan dan bacaan dalam shalat. Oleh karena itu, meskipun AI dan aplikasi dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat, disarankan untuk mendapatkan bimbingan dari seorang guru atau mentor yang berpengalaman dalam hal ibadah shalat untuk memastikan bahwa shalat Anda dilakukan dengan benar dan berdasarkan pemahaman yang tepat.
Pada saat ini, tidak dapat disangkal bahwa kemajuan teknologi memiliki dampak besar dalam kehidupan manusia. Keberadaan kecerdasan buatan (AI) telah menjadi penopang utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, dunia kerja, dan juga dalam hal ibadah.
Tidak hanya itu, kecerdasan buatan juga dapat berperan sebagai alat bantu yang sangat berguna dalam proses pembelajaran shalat. AI mampu memberikan visualisasi gerakan-gerakan shalat yang mempermudah pemahaman kita. Selain itu, AI juga dapat memberikan umpan balik tentang kesalahan-kesalahan yang mungkin kita lakukan selama shalat, membantu kita memperbaikinya dengan lebih baik.
Pendapat dalam agama Islam tentang belajar shalat melalui bantuan AI atau dari sumber-sumber belajar mandiri seperti buku agama dapat bervariasi. Namun, umumnya, pemahaman Islam menekankan pentingnya mendapatkan bimbingan dari seorang guru atau pendamping yang berpengetahuan dalam hal ibadah shalat.
Pendapat yang dinyatakan dalam buku 100 Masalah Agama oleh KH M. Sjafi’i Hadzami mungkin hanya mencerminkan salah satu sudut pandang dalam Islam. Ada sejumlah ulama yang berpendapat bahwa belajar shalat secara mandiri dari buku-buku agama dengan bantuan AI atau sumber belajar lainnya adalah mungkin, terutama jika seseorang tidak memiliki akses ke seorang guru yang kompeten.
Namun, sangat penting untuk diingat bahwa ibadah, termasuk shalat, adalah aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim, dan salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa shalat dilakukan dengan benar adalah melalui bimbingan langsung dari seorang guru atau pendamping yang berpengalaman. Guru dapat membantu memperbaiki postur, gerakan, dan bacaan dalam shalat, serta memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna dan nilai-nilai spiritual di balik setiap aspek ibadah.
Mendengar pertanyaan tersebut, KH M. Sjafi’i Hadzami menyatakan bahwa dalam prinsipnya, shalat seorang Muslim dianggap sah, bahkan jika ia hanya belajar dari buku pelajaran agama, asalkan ia memahami syarat dan rukun shalat tersebut secara sempurna.
Namun, meskipun shalat dianggap sah, penting untuk diingat bahwa seseorang yang belajar melalui AI atau buku pelajaran lainnya mungkin tidak akan mendapatkan manfaat adab yang biasanya diperoleh dengan belajar ilmu dari seorang guru secara langsung (musyafaah). Orang yang hanya belajar dari bacaan dan aplikasi mungkin tidak akan memiliki sanad masyikhah (persandaran keguruan) seperti yang dimiliki oleh para ulama dan salafusshalih yang telah datang sebelumnya.
Sebenarnya, AI dan aplikasi lainnya tidak dapat menggantikan peran seorang guru. Seorang guru yang terpercaya memiliki kemampuan untuk memberikan arahan dan bimbingan yang lebih mendalam serta komprehensif mengenai tata cara shalat. Guru juga mampu memberikan nasihat dan motivasi yang diperlukan agar kita dapat menjalankan shalat dengan istiqamah.
Lebih lanjut, jika kita ingin mempelajari shalat dengan benar, pendekatan terbaik adalah dengan ber-talaqqi (mengambil ilmu) dari seorang guru yang dapat dipercaya. Seperti contoh ketika Sayyiduna Musa melakukan perjalanan jauh untuk mendapatkan talaqqi ilmu dari Nabi Khidir. Hal ini mencerminkan pentingnya mendapatkan pengajaran langsung dari sumber yang berkompeten dalam agama.
Bahkan, dalam sejarah Islam, ada contoh ketika sahabat Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan yang jauh, berbulan-bulan lamanya, hanya untuk bertemu dengan Abdullah bin Anis guna mempelajari satu hadits saja. Hal ini menunjukkan tingginya nilai ilmu dan pentingnya belajar langsung dari guru yang terpercaya dalam agama Islam.
Seperti yang diuraikan dalam kitab “Manhalul Wurrad min Faidlil Imdad bi Syarhi Abyatil Quthbi” yang disusun oleh Abdillah bin Alawi Alhaddad, pada halaman 102, Habib Ahmad bin Abi Bakar bin Sumaith Al Hadrami menegaskan bahwa pentingnya memperoleh ilmu-ilmu agama dari seorang guru yang memiliki pemahaman mendalam dalam bidang tersebut. Hal ini karena belajar tanpa bimbingan guru dapat menghasilkan pemahaman yang terbatas. Habib Ahmad mengungkapkan pemikirannya dengan mengatakan:
فقد افهم تعبير الناظم نفع الله به بقوله و خذ من علوم الدين الخ أن الاخذ من شيخ له تمام الاطلاع مما يتعين على طالب العلم و اما مجرد المطالعة بغير شيخ اتكالا على الفهم فقليلة الجدوى اذ لابد ان تغرض عليه مشكلات لا تتضح له الا ان حلها شيخ
Artinya; “Sesungguhnya telah memberi paham oleh keterangan penyair bahwa “Ambillah ilmu agama dari seorang guru yang memiliki pengetahuan luas”. Hal ini karena seorang guru yang memiliki pengetahuan luas akan dapat menjelaskan ilmu agama dengan baik dan benar. Ia akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penuntut ilmu dengan memuaskan. Selain itu, seorang guru juga akan dapat membimbing penuntut ilmu dalam memahami ilmu agama secara mendalam.”
Sementara itu, membaca buku (muthalaah) tanpa bimbingan guru, dengan hanya mengandalkan pemahaman pribadi, seringkali tidak memberikan banyak manfaat. Hal ini disebabkan karena para penuntut ilmu dapat menghadapi berbagai masalah yang sulit mereka selesaikan sendiri. Masalah-masalah ini bisa berupa kesulitan dalam pemahaman, kesulitan dalam menerapkan ilmu, atau bahkan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan ilmu agama. Seorang guru yang berpengetahuan luas memiliki peran penting dalam membantu penuntut ilmu mengatasi berbagai masalah tersebut.
Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah, halaman 348, mengungkapkan bahwa pertemuan langsung dengan guru adalah aspek yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Ilmu yang diperoleh melalui metode ini, yaitu pertemuan langsung dengan guru, cenderung lebih mendalam dan kuat. Hal ini disebabkan karena interaksi yang intensif antara guru dan murid yang terjadi dalam pertemuan langsung dapat membantu murid memahami pengetahuan dengan lebih baik dan lebih tepat.
ولقاء المشيخة مزيد كمال في التعليم والسبب في ذلك أن البشر يأخذون معارفهم وأخلاقهم وما ينتحلونه به من المذاهب والفضائل: تارة علماً وتعليماً وإلقاءً، وتارة محاكاة وتلقيناً بالمباشرة. إلا أن حصول الملكات عن المباشرة والتلقين أشد استحكاماً وأقوى رسوخاً
Artinya; “Pertemuan dengan ulama [guru] merupakan penyempurnaan dalam pendidikan. Hal ini karena manusia memperoleh pengetahuan, akhlak, dan ajaran serta keutamaan yang mereka yakini: terkadang dengan belajar, mengajar, dan menyampaikan, dan terkadang dengan meniru dan menerima secara langsung. Namun, perolehan sifat-sifat melalui pengalaman langsung dan pengajaran lebih kokoh dan lebih kuat.“